BONDOWOSO DAN CERITA PRODUKSI KOPI ARABICA JAVA IJEN RAUNG
Beberapa tahun lalu, tak sedikit orang yang bergidik saat mendengar nama Bondowoso. Sebab, buat sekalangan orang, Bondowoso identik dengan ilmu gaib. Wajah seram Bondowoso tak lagi nampak. Satu-satunya kabupaten di kawasan Tapal Kuda Jawa Timur yang tak memiliki wilayah laut itu, kini justru semerbak namanya. Kopi Arabica khas Bondowoso telah mendapat pengakuan dunia internasional. Bahkan, sepertiga dari produksi kopi Arabica Java Ijen Raung asal Bondowoso telah menembus pasar Eropa. (Baca: Inilah Kopi "Bulan Madu" Kopi Khas Bondowoso) Kabupaten Bondowoso memang memiliki suhu udara yang cukup sejuk berkisar 15,40 hingga 25,10 derajat celcius. "Republik Kopi" itu memang dikelilingi pegunungan. Ada pegunungan Kendeng Utara dengan puncaknya Gunung Raung, Gunung Ijen di sebelah timur. Selain itu, kaki pengunungan Hyang dengan puncak Gunung Argopuro, Gunung Krincing dan Gunung Kilap berada di sebelah barat. Sementara, Gunung Alas Sereh, Gunung Biser, dan Gunung Bendusa di sisi utara. Sekira 60 persen masyarakat pra-sejahtera di Bondowoso bekerja sebagai petani. Sayangnya, lahan pertanian yang mereka miliki sangat terbatas.
Rerata petani Bondowoso hanya memiliki lahan seluas 0,3 hektar. Bahkan, sebagian warga Bondowoso menjadi buruh tani karena sama sekali tidak memiliki lahan. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengakui iklim Bondowoso sangat cocok untuk budi daya kopi. Oleh karenanya, Kementerian Pertanian memberi 500 bibit pohon kopi untuk rumah tangga miskin (RTM) di Bondowoso. Kopi untuk sejahterakan petani Bantuan pohon kopi itu merupakan solusi jangka panjang untuk mengurangi angka kemiskinan di Bondowoso. “Mari kita bebaskan Republik Kopi ini dari kemiskinan. Nantinya, tidak ada lagi rakyat miskin di Bondowoso,” kata Amran saat peluncuran program Bedah Kemiskinan, Rakyat Sejahtera (Bekerja), di Dusun Legen, Desa Karanganyar, Kecamatan Sumberwringin, Bondowoso,
Dengan adanya 3 klaster pertanian, ia berharap Bondowoso bisa menghasilkan kopi lebih banyak lagi. Ia menargetkan, produksi kopi Indonesia mencapai 2 juta ton per hektar agar bisa bersaing dengan Vietnam. Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan produksi kopi Indonesia belum optimal. Dengan total kebun kopi seluas 1,2 juta hektar, produktivitas Indonesia hanya 500 kilogram per hektar.
Produksi kopi Indonesia berbeda jauh dibandingkan dengan Vietnam yang sanggup menghasilkan 2,7 juta ton kopi per hektar dengan total luas kebun kopi hanya 630.000 hektar. “Kita kejar kopi Indonesia nomor satu di dunia sehingga tidak ada lagi rakyat miskin di Bondowoso,” ujarnya. Kemiskinan tinggi Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebanyak 152.348 rumah tangga di Bondowoso masuk kategori pra-sejahtera. Sementara, rumah tangga yang bergerak di bidang pertanian mencapai 91.947 atau sekira 60 persen dari total rumah tangga pra-sejahtera. Mereka tersebar di 3 kecamatan dan 25 desa.
Menteri Amran menegaskan program Bedah Kemiskinan, Rakyat Sejahtera (Bekerja) merupakan pengejewantahan arahan Presiden Jokowi agar program pemerintah harus fokus pada peningkatan pendapatan dan daya beli mayoritas rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian mau pun informal. Program pengentasan kemiskinan ini bersinergi dengan Kemensos, BUMN, Kemendes, BKKBN, dan pemerintah daerah. “Kami bersinergi atas perintah Presiden. Ini adalah solusi permanen untuk saudara kita yang miskin di desa supaya pendapatan naik, tidak lagi miskin. Kita siapkan bantuan untuk 100 kabupaten dan 10 provinsi, termasuk Bondowoso,” ujarnya.
Bantuan dalam program itu disesuaikan dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah yang menghasilkan nilai ekonomis tinggi. Kabupaten Bondowoso, misalnya, memiliki komoditas unggulan kopi dan padi organik. Sasaran program itu di Bondowoso difokuskan pada satu wilayah penduduk miskin yang dikelompokkan dalam 3 klaster. Dalam setiap klaster itu, terdapat 5.000 hingga 10.000 penduduk miskin.
Dengan sistem klaster itu, kopi yang dihasilkan cukup memadai untuk skala industri. Amran mengatakan bibit kopi yang dibagikan akan mulai berproduksi 3 tahun mendatang. Pohon kopi tersebut akan terus berproduksi hingga 10 hingga 20 tahun mendatang.
Jangka pendek Sementara, solusi jangka pendeknya melalui bantuan bibit ayam petelur berumur dua bulan beserta kandang dan pakan. “Bantuan yang diberikan 50 ekor ayam per rumah tangga pra sejahtera. Saat usia enam bulan menghasilkan 50 butir per hari dengan masa produktif dua tahun. Sehingga pendapatan Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta per bulan,” katanya.
Bupati Bondowoso, Amin Said Husni, mengklaim angka kemiskinan di Bondowoso berhasil diturunkan dari 22,33 persen menjadi 14,54 persen. “Ini memang masih lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional,” kata Amin. Kerja bersama Sejak 2011, Pemerintah Kabupaten Bondowoso bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka), Perhutani, perbankan, dan asosiasi petani kopi untuk mengembangkan kopi arabica. Sinergi itu pun membuahkan hasil. Pada 2013, kopi Arabica Java Ijen Raung mendapat sertifikat internasional. Tanaman kopi yang ditanam di lahan milik Perhutani itu dikelola para petani. Hingga kini, lebih dari 1.300 hektar lahan Perhutani yang digarap para petani Bondowoso. Produksi kopi Arabica Java Ijen Raung yang dihasilkan pada 2017 mencapai 2.900 ton per tahun. Ada pun harga kopi yang dijual ke pasar ekspor mencapai Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kilogram.
Kisah sukses petani kopi Bondowoso mengembangkan Arabica Java Ijen Raung pun menginspirasi warga lainnya. Saat ini, pertanian kopi meluas dan tengah dikembangkan di lereng Gunung Argopuro. Bagai bola salju, produksi kopi Bondowoso juga memiliki dampak bagi daerah di sekitarnya. Kini, di daerah-daerah sekitar Bondowoso mulai menjamur kafe kopi yang menyajikan kopi Arabica Java Ijen Raung. “Hadirnya program Bekerja sangat tepat mengentaskan masyarakat miskin di Bondowoso. Kami optimis pasti bisa melakukan akserasi pembangunan pertanian di pedesaan sehingga pendapatan petani makin meningkat dan angka kemiskinan terus ditekan,” ujarnya.
Rerata petani Bondowoso hanya memiliki lahan seluas 0,3 hektar. Bahkan, sebagian warga Bondowoso menjadi buruh tani karena sama sekali tidak memiliki lahan. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengakui iklim Bondowoso sangat cocok untuk budi daya kopi. Oleh karenanya, Kementerian Pertanian memberi 500 bibit pohon kopi untuk rumah tangga miskin (RTM) di Bondowoso. Kopi untuk sejahterakan petani Bantuan pohon kopi itu merupakan solusi jangka panjang untuk mengurangi angka kemiskinan di Bondowoso. “Mari kita bebaskan Republik Kopi ini dari kemiskinan. Nantinya, tidak ada lagi rakyat miskin di Bondowoso,” kata Amran saat peluncuran program Bedah Kemiskinan, Rakyat Sejahtera (Bekerja), di Dusun Legen, Desa Karanganyar, Kecamatan Sumberwringin, Bondowoso,
Dengan adanya 3 klaster pertanian, ia berharap Bondowoso bisa menghasilkan kopi lebih banyak lagi. Ia menargetkan, produksi kopi Indonesia mencapai 2 juta ton per hektar agar bisa bersaing dengan Vietnam. Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan produksi kopi Indonesia belum optimal. Dengan total kebun kopi seluas 1,2 juta hektar, produktivitas Indonesia hanya 500 kilogram per hektar.
Produksi kopi Indonesia berbeda jauh dibandingkan dengan Vietnam yang sanggup menghasilkan 2,7 juta ton kopi per hektar dengan total luas kebun kopi hanya 630.000 hektar. “Kita kejar kopi Indonesia nomor satu di dunia sehingga tidak ada lagi rakyat miskin di Bondowoso,” ujarnya. Kemiskinan tinggi Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sebanyak 152.348 rumah tangga di Bondowoso masuk kategori pra-sejahtera. Sementara, rumah tangga yang bergerak di bidang pertanian mencapai 91.947 atau sekira 60 persen dari total rumah tangga pra-sejahtera. Mereka tersebar di 3 kecamatan dan 25 desa.
Menteri Amran menegaskan program Bedah Kemiskinan, Rakyat Sejahtera (Bekerja) merupakan pengejewantahan arahan Presiden Jokowi agar program pemerintah harus fokus pada peningkatan pendapatan dan daya beli mayoritas rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian mau pun informal. Program pengentasan kemiskinan ini bersinergi dengan Kemensos, BUMN, Kemendes, BKKBN, dan pemerintah daerah. “Kami bersinergi atas perintah Presiden. Ini adalah solusi permanen untuk saudara kita yang miskin di desa supaya pendapatan naik, tidak lagi miskin. Kita siapkan bantuan untuk 100 kabupaten dan 10 provinsi, termasuk Bondowoso,” ujarnya.
Bantuan dalam program itu disesuaikan dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah yang menghasilkan nilai ekonomis tinggi. Kabupaten Bondowoso, misalnya, memiliki komoditas unggulan kopi dan padi organik. Sasaran program itu di Bondowoso difokuskan pada satu wilayah penduduk miskin yang dikelompokkan dalam 3 klaster. Dalam setiap klaster itu, terdapat 5.000 hingga 10.000 penduduk miskin.
Dengan sistem klaster itu, kopi yang dihasilkan cukup memadai untuk skala industri. Amran mengatakan bibit kopi yang dibagikan akan mulai berproduksi 3 tahun mendatang. Pohon kopi tersebut akan terus berproduksi hingga 10 hingga 20 tahun mendatang.
Jangka pendek Sementara, solusi jangka pendeknya melalui bantuan bibit ayam petelur berumur dua bulan beserta kandang dan pakan. “Bantuan yang diberikan 50 ekor ayam per rumah tangga pra sejahtera. Saat usia enam bulan menghasilkan 50 butir per hari dengan masa produktif dua tahun. Sehingga pendapatan Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta per bulan,” katanya.
Bupati Bondowoso, Amin Said Husni, mengklaim angka kemiskinan di Bondowoso berhasil diturunkan dari 22,33 persen menjadi 14,54 persen. “Ini memang masih lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional,” kata Amin. Kerja bersama Sejak 2011, Pemerintah Kabupaten Bondowoso bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka), Perhutani, perbankan, dan asosiasi petani kopi untuk mengembangkan kopi arabica. Sinergi itu pun membuahkan hasil. Pada 2013, kopi Arabica Java Ijen Raung mendapat sertifikat internasional. Tanaman kopi yang ditanam di lahan milik Perhutani itu dikelola para petani. Hingga kini, lebih dari 1.300 hektar lahan Perhutani yang digarap para petani Bondowoso. Produksi kopi Arabica Java Ijen Raung yang dihasilkan pada 2017 mencapai 2.900 ton per tahun. Ada pun harga kopi yang dijual ke pasar ekspor mencapai Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kilogram.
Kisah sukses petani kopi Bondowoso mengembangkan Arabica Java Ijen Raung pun menginspirasi warga lainnya. Saat ini, pertanian kopi meluas dan tengah dikembangkan di lereng Gunung Argopuro. Bagai bola salju, produksi kopi Bondowoso juga memiliki dampak bagi daerah di sekitarnya. Kini, di daerah-daerah sekitar Bondowoso mulai menjamur kafe kopi yang menyajikan kopi Arabica Java Ijen Raung. “Hadirnya program Bekerja sangat tepat mengentaskan masyarakat miskin di Bondowoso. Kami optimis pasti bisa melakukan akserasi pembangunan pertanian di pedesaan sehingga pendapatan petani makin meningkat dan angka kemiskinan terus ditekan,” ujarnya.
Komentar
Posting Komentar