Konsep Pengendalian OPT


Related image
Pengendalian Hama
Organisme pengganggu tanaman ini terdiri dari hama, gulma dll. Untuk cara menanggulangi hama berbeda dengan gulma, untuk mengendalikan hama konsep pengendalian telah mengalami evolusi dari tahun ke tahun makin cangih dan sebagian besar menjadi makin efektif. Metode pertama kali yang digunakan dalam mengendalikan hama yang tidak diragukan lagi adalah menangkap, menapis atau memukul serangga dan invertebrata kecil lainnya. Contoh awal penggunaan konsep pengendalian OPT adalah penggenangan atau pembakaran lahan untuk memusnahakan gulma serangga dan hama invertebrata lainnya, serta pengunaan boneka sawah untuk mengusir burung-burung. pemanfaatan musuh alami untuk mengendalikan hama sudah dimulai beberapa ribu tahun sebelumnya. Meskipun demikian demonstrasi pentingya pendekatan ini baru terlihat pada pemanfaatan metode pengendalian biologi untuik melawan serangan kutu bersisik (cottony cushion scale).  Tetapi kemudian muncul wacana penggunaan pestisida kimia, dengan konsep ini sedikit demi sedikit hama dapat dikendalikan, disamping mempunyai dampak positif terdapat pula dampak negatifnya yaitu penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui,  diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama,  terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan,  gangguan kesehatan bagi pengguna (Oka 1995), bahkan beberapa pestisida  disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global  warming) dan penipisan lapisan ozon (Reynolds, 1997).   Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida, saja, memiliki pertimbangan yang kurang terhadap aspek-aspek lain dari sistem pertanian. Penyemprotan insektisida sering dilakukan berdasarkan kepada jadwal kalender dan tanpa pengetahuan tentang fenologi hama, kerapatan, dan potensi kerusakan. Penggunaan bahan kimia yang rendah biaya dan berdampak kuat ini telah menekan pengembangan mekanisme lain untuk pengendalian hama. Pendekatan ini juga telah merubah pola pikir petani dari melindungi tumbuhan pertanian menjadi membunuh serangga.
Praktek seperti ini hanya bertahan dalam waktu singkat, dan sejalan dengan perjalanan waktu akan muncul resistensi terhadap insektisida dan kemunculan masalah-masalah lain secara bertahap. Jadi, penting sekali untuk dipahami bahwa pengendalian hama pada dasarnya adalah masalah ekologi. Berikut beberapa konsep pengendalian hama yang berkembang dari tahun ke tahun:

A. Pengendalian Secara Bercocok Tanam
Pengendalian hama secara bercocok tanam atau pengendalian agronomic bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi kurang cocok bagi kehidupan dan pembiakan hama sehingga dapat mengurangi laju peningkatan populasi dan peningkatan kerusakan tanaman. Kecuali itu pengelolaan lingkungan tanaman melalui teknik bercocok tanam ini juga ditujukan agar lingkungan tersebut dapat mendorong berfungsinya musuh alami secara efektif. Istilah pengendalian secara bercocok tanam atau dalam bahasa inggris cultural control sudah lama dikembangkan. Umumnya teknik bercocok tanam yang digunakan adalah teknik bertanam yang sudah ada dan kurang melihat perpaduannya dengan teknik lain seperti pemanfaatan musuh alami. Dalam rangka sistem PHT akhir-akhir ini teknik pengendalian secara bercocok tanam telah dikembangkan menjadi penghertian yang lebih luas yaitu pengelolaan ekologi. (Pedigo,1989).
Pengendalian secara bercocok tanam merupakan usaha pengendalian yang bersifat preventif yang dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan harapan agar populasi hama tidak meningkat sampai melebihi ambang pengendaliannya. Oleh karena itu, penerapan teknik ini perlu direncanakan jauh sebelumnya agar hasilnya memuaskan. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi hasil pengendalian teknik pengendalian secara bercocok tanam perlu dipadukan dengan teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip PHT. Karena teknik pengendalian ini merupakan bagian teknik bercocok tanam yang umum untuk memperoleh produktivitas tinggi, petani tidak perlu mengeluarkan biaya khusus untuk pengendalian. Oleh karena itu, teknik pengendalian ini merupakan teknik pengendalian yang murah. Teknik pengendalian ini tidak mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan, dan mudah dikerjakan oleh petani baik secara perseorangan maupun secara kelompok.

B. Pengendalian Dengan Tanaman Tahan Lama
Pengendalian hama dengan cara menanam tanaman yang tahan terhadap serangan hama telah lama dilakukan dan merupakan cara pengendalian yang efektif, murah dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan varietas tahan hama akhir-akhir ini berhasil mengendalikan hama wereng coklat padi. Di luar tanaman padi penggunaan varietas tahan hama di Indonesia masih terbatas karena masih langkanya tersedia varietas atau tanaman yang memiliki ketahanan p. Saat ini lebih dari 80% pertanaman padi di Indonesia yang luas panennya meliputi areal sekitar 10 juta hektar merupakan varietas unggul yang berproduksi tinggi produksi dan tahan terhadap hama wereng coklat. Karena sifatnya yang berproduksi tinggi produksi beras di Indonesia dapat meningkat. Meskipun keberhasilan telah dicapai oleh teknik pengendalian tersebut, tetapi karena terjadinya keseragaman genetik yang besar pada ekosistem persawahan, sifat ketahanan suatu varietas padi seringkali tidak berjalan lama. Hama dalam hal ini wereng coklat karena proses seleksi alami mampu mematahkan sifat ketahanan tersebut. Dalam membicarakan prinsip dan teknik hama dengan tanaman tahan harus mulai mempelajari fenomena evolusioner antara tanaman dan herbivora yang kemudian bagaimana memanfaatkan sifat-sifat ketahanan alami tersebut untuk memperoleh varietas tahan lama yang diinginkan.
Ketahanan atau resistensi tanaman yang merupakan pengertian yang bersifat relatif karena untuk melihat ketahanan suatu jenis tanaman, sifat tanaman yang tahan harus dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau peka. Tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. Jadi pada tanaman yang tahan, kehidupan dan 
perkembangbiakan serangga hama menjadi lebih terhambat   bila dibandingkan dengan apabila sejumlah populasi tersebut berada pada tanaman yang tidak atau kurang tahan. Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli atau terbawa keturunan (faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan yang menyebabkan tanaman tahan terhadap serangan hama.

C. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanik
Dibandingkan dengan teknik pengendalian hama lainnya pengendalian fisik dan mekanik merupakan teknologi pengendalian hama yang paling kuno dilakukan oleh manusia sejak manusia mengusahakan pertanian. Pengendalian dilakukan dengan mematikan hama yang menyerang dengan tangan atau dengan bantuan peralatan. Meskipun cara pengendalian tersebut merupakan cara yang paling kuno teapi masih dipraktekkan sampai saat ini karena kesederhanaannya dan kemudahannya. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang kita lakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung mematikan hama, mengganggu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain di luar pestisida dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama. Perbedaan pengendalian fisik dan mekanik tindakan mengubah lingkungan memang ditujukan khusus untuk mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian dari praktek budidaya atau bercocok tanam yang umum seperti pengendalian secara bercocok tanam.
Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang ekologi serangga hama dan adanya kenyataan bahwa setiap jenis serangga memiliki batas toleransi terhadap faktor lingkungan fisik seperti suhu, kebasahan, bunyi, sinar, spektrum elektromagnetik, dll. Dengan mengetahui ekologi serangga hama sasaran kita dapat mengetahui kapan, dimana, bagaimana tindakan fisik dan mekanik dilakukan agar memperoleh hasil yang efektif dan efisien. Tanpa pengetahuan yang lengkap kemungkinan besar akan memboroskan tenaga, waktu, dan biaya yang besar tetapi populasi hama yang terbunuh atau dihambat kehidupannya hanya sedikit. Meskipun pengendalian ini merupakan yang paling klasik namun tetap memerlukan adanya penelitian dan informasi yang relevan seperti untuk teknik pengendalian yang lain.

D. Pengendalian Hayati
Berbeda dengan pendekatan pengendalian hama yang konvensional PHT lebih mengutamakan berjalannya pengendalian hama yang dilakukan oleh berbagai musuh alami hama. Dalam keadaan seimbang musuh alami selalu berhasil mengendalikan populasi hama sehingga tetap berada di bawah aras ekonomik. Dengan memberikan kesempatan sepenuh-penuhnya kepada musuh alami untuk bekerja berarti menekan sedikit mungkin penggunaan pestisida. Pestisida sendiri secara langsung dan tidak langsung dapat merugikan perkembangan populasi musuh alami. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan.
Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali dari parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali utama hama yang bekerja secara “density-dependent” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomik bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami diberikan kesempatan untuk menjalankan fungsinya antara lain dengan jalan rekayasa lingkungan seperti introduksi musuh alami, memperbanayak dan melapaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami, maka musuh alami akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Sesuai dengan konsepsi dasar PHT pengendalian hayati memgang peranan yang menentukan karena semua usaha teknik pengendalian yang lain secara bersama ditujukan untuk mempertahankan dan memperkuat berfungsinya musuh alami sehingga populasi hama tetap berada di bawah aras ekonomik. Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama pestisida, pengenalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman, dan ekonomi.
Dikatakan permanen karena demikian pengendalian hayati berhasil, musuh alami telah menjadi lebih mapan dan selanjutnya secara alami musuh alami akan mampu menjaga populasi hama dalam keadaan yang seimbang di bawah aras ekonomi dalam jangka waktu yang panjang. Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena tidak memiliki dampak samping terhadap lingkungan terutama terhadap serangga atau organisme bukan sasaran. Karena musuh alami adalah khas inang. Meskipun pernah terjadi ketahanan suatu jenis hama terhadap serangan musuh alami anatra lain dengan membentuk kapsul dalam tubuh inang, namun kejadian tersebut sangat langka. Pengendalian hayati juga relatif ekonomik karena begitu usaha tersebut berhasil tidak diperlukan lagi tambahan biaya khusus untuk pengendalian hama yang diupayakan kemudian hanya menghindari tindakan-tindakan yang merugikan perkembangan musuh alami.

E. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi yang dimaksudkan di sini adalah penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Pestisida mungkin merupakan bahan kimiawi yang dalam sejarah umat manusia telah memberikan banayak jasanya baik dalam bidang pertanian, kesehatan, pemukiman, dan kesejahteraan masyarakat yang lain. Berkat pesitisida manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit yang membahayakan seperti malaria, DBD, dll. Berbagai jenis serangga vektor penyakit manusia yang berbahaya telah berhasil dikendalikan dengan pestisida. Pada mulanya produksi pertanian juga berhasil ditingkatkan karena pemakaian pestisida yang dapat menekan populasi hama dan kerusakan tanaman akibat serangan hama. Karena keberhasilan tersebut dunia pertanian pestisida seakan-akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budidaya segala jenis tanaman baik tanaman pangan maupun perkebunan. Meskipun pestisida memiliki banyak keuntungan seperti cepat menurunkan populasi hama, mudah penggunaannya dan secara ekonomik menguntungkan namun dampak negatif penggunaannya semakin lama semakin dirasakan oleh masyarakat. Dampak negatif pestisida yang merugikan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup semakin lama semakin menonjol dan perlu memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari masyarakat dan pemerintah. Seperti diuraikan di atas damapak negatif pestisida ini yang mendorong dikembangkannya konsep PHT. Diharapakan dengan PHT dapat meningkatakan efisiensi penggunaan pestisida sehingga secara keseluruhan diperoleh hasil pengelolaan ekosistem yang optimal.


Pengendalian Gulma
Gulma yang selalu tumbuh di sekitar pertanaman (crop) mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir. Adanya gulma tersebut membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan menghalangi tercapainya sasaran produksi pertanaman pada umumnya. Usaha manusia dalam mengatasi hal tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian, tergantung pada keadaan tanaman, tujuam bertanam, dan biaya. Budidaya pada tanaman dan pengelolaan masih merupakan usaha yang cukup memadai dalam pertanian. Dengan ditemukannya herbisida, peristiwa peracunan dan dosis dalam derajad pengendalian masih perlu dipertimbangkan, demikan pula tentang selektivitas “mode of action” dan efek residu. Pemberantasan gulma dilaksanakan bila gulma itu benar-benar “jahat”, tumbuh di suatu tempat tertentu dalam lintasan yang cukup sempit dan dapat membahayakan lingkungan. Dengan demikian tujuan pemberantasan gulma semata-mata untuk membasmi tumbuhnya tumbuhan itu selengkapnya.
Adapun pengendalian dilaksanakan, bila gulma tumbuh pada area tertentu disekitar pertanaman, dan tidak seluruh waktu tumbuh gulma akan mempengaruhi pertumbuhan pertanaman seluruhnya. Hanya pada saat-saat tertentu (saat periode kritis) saja gulma tersebut harus diberantas. Dengan demikian tujuan pemberantasan dan pengendalian gulma berbeda. Pengendalian gulma dilaksanakanpada saat tertentu, yang bila tak diberantas pada saat itu akan benar-benar menurunkan hasil akhir pertanaman. Pengendalian terhadap gulma yang berkembang luas dan sulit untuk dibasmi secara menyeluruh, bila dikerjakan akan memakan biaya cukup mahal dan hasil pertanaman secara ekonomis tidak memadai. Pengendalian gulma hendaknya dilaksanakan jika kita telah memiliki pengetahuan tentang gulma itu. Bagaimana gulma itu dibiakan, disebarkan, bagaimana bereaksi dengan perubahan lingkungan, dan bagaimana dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut, ataupun bagaiman tanggapnya terhadap perlakuan zat kimia, serta panjang siklus hidupnya, seperti annual, biennial, dan perennial. Namun panjang siklus hidup ini beragam dengan beda iklim.
Dengan pengalaman pengetahuan di atas,  pengendalian gulma dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu secara:
  1. A. Mekanik
Pengendalian gulma dengan cara ini hanya mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik, baik dengan tangan biasa, alat sederhana maupun alat berat.
  • Pencabutan dengan tangan atau disebut penyiangan dengan tangan
Cara semacam ini sangat praktis, efisien, dan terutama murah jika diterapkan pada suatu area yang tidak luas. Pencabutan dengan tangan ditujukan pada gulma annual dan biennial. Untuk gulma perennial pencabutan semacam ini mengakibatakan \terpotong dan tertinggalnya bagian di dalam tanah yang akhirnya kecambah baru dapat tumbuh. Pencabutan bagi jenis gulma yang terakhir ini menjadi berulang-ulang dan pekerjaan menjadi tidak efektif. Pada taman, cara pencabutan akan berhasil akan baik bila diberi air sampai basah benar, sehingga memudahkan pencabutan. Pelaksanaan pencabutan terbaik adalah pada saat sebelum pemebentuksn biji.
  • Bajak tangan.
Alat semacam ini dinamakan most satisfactorily meets the weeds. Alat ini sangat berguna pada halaman dan sebagai alat tambahan pengolah tanah dalam penyiangan di segala jenis barisan pertanaman. Jenis gulma perennial yang persisten dapat pula diberantas dengan alat ini. Dalam 3 sampai 4 bulan pertama pembajakan dengan intrval 10 harian dianjurkan. Alat ini sangat praktis pula dilaksanakan pada tempat yang tak dapat dijangkau dengan alat berat maupun herbisida.
  • Pengolahan tanah
Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual, biennial, perennial, ialah cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma annual cukup dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut dirusakkan bagian atas tanah saja. Sedang untuk biennal bagian atas tanah dan mahkota, dab bagi perennial kedua bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan. Kebanyakan gulma annual dapat dikendalikan hanay dengan sekali pemberoan. Bila tanah banyak mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah pembentukan biji. Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim belum cukup. Sebaiknya perlakuan digaabung dengan pengunaan herbisida dan pengolahan yang bersih. Metoden ini cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma, usia infestasi dan sifat tanah, kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma perennial yang berakar dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser, dengan “membawa” akar ke  atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan menekan pemebentukan dan tunas baru. Untuk gulma perennial berakar dalam pembajakan berulangkali dan pada interval teratur akan menguarangi perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras cadangan pangan dalam akar dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur perlakuan tersebut sangat berhasil. Dari pengolahan tanah dapat disimpukan bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem perakaran dengan pemotongan akar dapat membuat gulma mati, karena potongan-potongan akar dapat mengering sebelum pulih kembali.
  • Penggenangan
Pelaksanaan penggenangan pada umumnya berhasil untuk gulma perennial. Penggenangan dibatasi dengan galangan, dengan tinggi kurang lebih 15-25 cm selama 3-8 minggu. Sebelumnya dibajak terlebih dahulu dan tak dibenarkan ada tumbuhan yang mencuat di atas permukaan air. Gulma “ganas” yang perennial dan tumbuh dengan padi sawah pada umumnya diberantas dengan cara ini dan sangat berhasil pada tanah ringan, sedang pada tanah keras dianjurkan. Penggenangan dapat berhasil dengan memuaskan bila ketinggian air tidak menyebabkan pertumbuhan baru, namun informasi andal tentang penggenangan ini juga masih belum lengkap.
  • Panas
Suhu tinggi menyebabkan panas. Panas dapat mengkoagulasikan protopalsma dan mengurangi enzim. Titik mati menyebabkan sel tanaman karena panas terletak antara 45-55 C. Api atau uap panas sehubungan dengan pengendalian gulma mempunyai tujuan untuk: menghancurkan bagian atas gulma yang telah tua atau terpotong oleh alat lain (api), pada tempat berbatu atau jalan kereta api, uap panas dan hembusan api dapat dikerjakan lebih praktis, pada barisan tanaman kapas biji gulma yang berkecambah dapat dibasmi oleh hembusan api, yang dikerjakan berulang kali sejak batang tanaman bergaris tengah kurang lebih 0,5 cm, panas sering untuk membasmi biji yang terpendam (gulma perennial).
Pembakaran lebih sering untuk menghilangkan samapah bekas tanaman daripada sebagai cara pengendalian. Hanya sebagian kecil biji gulma dapat selamat, apabila masuk dalam celah-celah tanah, ikut “drift” dari angin atau aliran air. Di lain pihak, api dapat memacu perkecambahan biji gulma tertentu yang tertimbun tanah sangat dangkal. Meskipun pembakaran gulma tua tidak begitu memadai, namun dapat membantu dalam hal: menghindari bahaya kebakaran, membersihkan aliran air, membunuh hama dan penyakit yang bersarang pada gulma dari sisa bajakan atau potongan, dan menghilangkan samaph itu sendiri.
  • Pembubuhan mulsa
Untuk menghalangi sampainya cahaya matahari pada gulma dan menghalangi pertumbuhan bagian atas, maka selapis bahan mulsa yang ditutupkan di atas gulma akan sangat berhasil. Gulma perennial menghendaki selapis tebal jerami, namun gulma yang mempunyai pertumbuhan vegetatif indertiminite kurang sesuai dengan perlakuan ini. Tetapi perlakuan mulsa dengan jerami, dan lain-lain, hanya dipergunakan dalam ukuran kecil saja.

B. Metode Pola Tanam Atau Persaingan
Bercocok tanam dengan cara bergiliran akan meningkatkan kemampuan crop (pertanaman). Masing-masing crop berasosiasi dengan sejenis gulma tertentu dengan khas. Menanam crop seperti ini terus menerus (beruntun) dapat mengakibatkan akumulasi gulma, oleh karena itu, perencanaan pergiliran tanaman tidak boleh mengabaikan faktor gulma. Pergiliran tanaman memberi kemungkinan segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu perkembangan pertanaman berikutnya. Pesaing kuat bagi suatu pertanaman memberi banyak keuntungan. Misalnya, pertanaman itu cepat tumbuh, berkanopi lebat sehingga cepat memberikan naungan pada daerah di bawahnya, dan cepat masak untuk dipanen, karena persaingan yang diperebutkan adalah cahaya, air, dan nutrisi, maupun ruangan.

C. Pengendalian Gulma Secara Biologis
Telah diketahui bahwa insekta dan jamur merupakan hama dan penyakit bagi pertanaman. Di lain pihak ada insekta yang memakan gulma, maka masalahnya  lain. Insekta tersebut jadinya dapat memberantas gulma. Sebagai contoh klasuik ialah setelah diperkenalkannya sejenis penggerek Argentine (Cactoblastis cactorum) di Queensland, maka kaktus (Opuntia) yang menghuni lahan seluas kurang lebih 25 juta ha selama 12 tahun dapat ditekan sampai 95%. Demikian pula pengenalan insekta pemakan daun (Chryssalnia spp.) di California dapat menekan sejenis gulma. Namun perlu diingat bahwa penggunaan musuh gulma tersebut harus hati-hati, jangan sampai setelah gulma dimangsa, tanaman pun dapat pula diganggu. Tidak lazim, ada pula, sejumlah hewan ternak yang memakan rerumputan secara teratur dapat menekan sejenis gulma.

D. Pengendalian Gulma Secara Kultur Preventif (Pencegahan)
Pencegahan lebih baik daripada perawatan, karena itu harus menjaga benih yang akan ditanamkan sebersih mungkin dan bebas dari kontaminasi dengan biji gulma, juga pembuatan kompos harus sempurna, pengunaan alat pertanian harus bersih, serta “menyaring” air pengairan agar tidak membawa biji gulma ke petak pertanaman, ataupun lebih luasnya tidak membawa biji gulma masuk ke tempat penampang air pengairan.

E. Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis
Membiarkan tumbuhan tinggal pada suatu lahan dapat mengakibatkan tanah “terpegang” oleh perakaran dan jatuhnya air hujat tertahan oleh kanopi, akibatnya erosi dapat dikurangi. Namun demikian pada suatu lahan yang ditumbuhi sejenis atau beberapa jenis gulma, bila lahan tersebut hendak ditanami dengan crop, perlu diadakan pengiolahan lahan terlebuh dahulu. Pengolahan tanah yang cukup dalam dan berulangkali dapat menghancurkan tumbuhnya kebanyakan gulma meskipun tindakan semacam ini memerlukan tambahan tenaga. Saat pengolahan tanah yang tepat perlu dipertimbangkan, yaitu sebelum pembentukan tunas, jangan sampai gulma berbunga apalagi membentuk biji. Demikian pula, jenis alat pengolah akan memberi pengaruh pada “bersihnya” pengolahan tanah dari gulma. Alat pengolah yang sederhana sampai sempurna akan memberi beda pada timbulnya gulma selanjutnya. Alat sederhana menggunakan tenaga manusia atau hewan, sedang yang sempurna boleh disebutkan alat berat yang menggunakan mesin.

D. Pengendalian Gulma Secara Ekologis
Memodifikasikan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman menmenjadi  baik dan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan gulma menjadi buruk adalah cara lain dalam pengendalian gulma. Misalnya mengubah kedudukan air dan nutrisi dalam tanah saat tertentu (pada saat ada atau tiada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan), dengan cara pemberoan setelah suatu tanaman dipanen, ataupun pemberoan yagn diberi genangan. Di lain pihak membuat drainase bagi tanah berair dapat membantu pengendalian gulma dan pengolahan lebih awal dapat dilaksanakan.

E. Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Akibat parahnya penekanan gulma pada pertumbuhan membuat para petani berusaha dengan sunguh-sunguh dalam menanganinya. Suatu pengendalian gulma yagn efektif melibatkan beberapa cara dalam waktu yang berurutan dalam suatu musim tanam. Misalnya saja, satu jenis spesies pertanaman kurang mampu menekan pertumbuhan gulma, pengendalian secara mekanik sendiri tidak sempurna dalam mengatasi gulma tertentu. Maka timbul pemikiran bahwa paduan antara beberapa cara pengendalian dalam satu musim tanam diharapkan dapat mengatasi masalahnya. Seperti perpaduan antara pengendalian secara mekanik diteruskan dengan pemberian herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida pra-tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya dapat menekan infestasi gulma yang sulit untuk dibasmi. Penentuan keputusan pelaksanaan pengendalian secara terpadu sangat penting dalam keberhasilannya. Apakah perpaduan cara pengendalian itu menguntungkan atau tidak. Kombinasi dalam perpaduan yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal dalam pengendalian gulma.

F. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma. Bahan kimiawi itu disebut herbisida: herba=gulma dan sida=membunuh; jadi zat herbisida ialah zat kimiawi yang dapat mematikan gulma. Pengendalian dengan cara ini membutuhkan alat penyebar herbisida serta pengetahuan tentang herbisida itu sendiri, agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil. Namun secara garis besar dapat diutarakan disini bahwa ada dua golongan utama herbisida yang dengan sendirinya penggunaannya memberikan konsekuensi tertentu pula. Dua golongan itu ialah herbisida selektif dan herbisida non selektif. Kebanyakan herbisida akan lebih efektif pada gulma daun lebar, bila besar konsentrasi herbisida yang dipergunakan tepat dan tepat pula saat pemberian yang dibutuhkan. Sesuai dengan waktu pemberian, maka herbisida dapat diberikan secara:
–  Pra-pengolahan, sebelum pengolahan tanah, gulma yang di atas lahan diberi herbisida untuk memudahkan pengolahan.
–  Pra-tanam, setelah pengolahan tanah dan sebelum tanam herbisida diberikan untuk menghambat pertumbuhan gulma dan memudahkan menanam.
–  Pra-tumbuh, setelah tanam, herbisida diberikan sebelum tanaman maupun gulma muncul atau tumbuh.
Tentang arah penggunaan herbisida dengan alat penyemprot dapat diberikan secara:
-langsung pada gulmanya
-langsung pada gulma yang tumbuh terpencar
-langsung pada gulma dalam larikan
-diberikan di atas tanaman
 -diberikan pada keseluruhan tanaman pada gulma

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARTI LAMBANG KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN

PETUNJUK TEKNIS OKULASI BENIH